Ridha Hadi (Planologi Forever)
Menjelaskan Yang Belum Jelas about Planologi...
Rabu, 27 Oktober 2010
Dasar-Dasar Teori Von Thunen
Sebelum membicarakan teori von thunen, siapakah Von Thunen itu?. Von Thunen adalah orang pertama yang membuat model analitik dasar dari hubungan antara pasar, produksi, dan jarak. Lahir dengan nama lengkap Johann Heinrich von Thunen, dialah yang pertama kali mengemukakan teori ekonomi lokasi modern. Lahir pada tanggal 24 Juni 1783, von Thunen mengenyam pendidikan di Gottingen dan sebagian besar menghabiskan waktu hidupnya mengelola daerah pinggiran di Tellow. Pada volume pertama risalatnya, The Isolated State (1826), von Thunen menjabarkan mengenai ekonomi keruangan (spatial economics), yang menghubungkan teori ini dengan teori sewa (theory of rent).
Dalam menjelaskan teorinya ini, von Thunen menggunakan tanah pertanian sebagai contoh kasusnya. Dia menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah. Model von Thunen mengenai tanah pertanian ini, dibuat sebelum era industrialisasi, yang memiliki asumsi dasar sebagai berikut : Kota terletak di tengah antara "daerah terisolasi" (isolated state). Isolated State dikelilingi oleh hutan belantara. Tanahnya datar. Tidak terdapat sungai dan pegunungan. Kualitas tanah dan iklim tetap. Petani di daerah yang terisolasi ini membawa barangnya ke pasar lewat darat dengan menggunakan gerobak, langsung menuju ke pusat kota.
Gambar model von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, menampilkan "isolated area" yang terdiri dari dataran yang "teratur", kedua adalah, kondisi yang "telah dimodifikasi" (terdapat sungai yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota).Membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar. Tentu saja hubungan di atas sangat sulit diterapkan pada keadaan yang sebenarnya. Tetapi bagaimanapun kita mengakui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem transportasi dengan pola penggunaan tanah pertanian regional.
Von Thunen (1826) mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.
Von Thunen adalah pionir teori pemanfaatan tanah. Dia mempersoalkan bagaimana menentukan tempat menanam yang paling efisien berbagai tanaman serta pemanfaatan tanah yang dimilikinya. Kemudian dia mengembangkan model/teori bagaimana pemanfaatan tanah desa harus diatur sekitar kota yang menjadi pasar. Dasar pemikiran yang dipakai ialah bahwa tanah harus dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sewa tertinggi.
Anggapan yang dikemukanan oleh Von Thunen adalah tanah dasar semuanya, intensitas setiap tanaman tertentu. Berdasarkan anggapan ini maka bentuk pemanfaatan tanah itu konsentris melingkari kota yang merupakan pasar, sehingga yang penting disini adalah menyusun daerah tanaman secara ekonomis. Tanah yang paling dekat dengan kota hendaknya dimanfaatkan untuk kehutanan, tanah diluarnya untuk gandum dan tanah diluarnya lagi untuk peternakan.Tanah di luar tanah peternakan tidak mempunyai nilai apapun.
Teori Von Thunen yang masih relevan dengan kondisi sekarang contohnya adalah kelangkaan persediaan sumber daya lahan di daerah perkotaan memicu berlakunya hukum ekonomi supply and demand semakin langka barang di satu pihak semakin meningkat permintaan di pihak lain akibatnya harga melambung. Demikian yang terjadi terhadap lahan yang ada di daerah perkotaan, dimana nilai sewa atau beli lahan yang letaknya dipusat kegiatan, semakin dekat ke pusat semakin tinggi nilai sewa atau beli lahan tersebut. Kelangkaan lahan di kota-kota besar seperti untuk pertokoan misalnya, banyak sekali toko – toko yang terletak di pusat kota biaya sewa atau beli tanahnya lebih mahal dari biaya sewa atau beli rumah yang jauh dari pusat perkotaan, bahkan harganya selalau naik, mengikuti perkembangan yang terjadi dari tahun ketahunnya. Ini mengindikasikan bahwa teori Von Thunen tentang alokasi lahan untuk kegiatan pertanian juga berlaku di daerah perkotaan. Selain itu teori Von Thunen juga masih berlaku untuk wilayah pertanian yang jauh dari kota dimana akses prasarana jalan yang kurang mendukung dan pasar masih bersifat tradisional. Ini banyak terjadi di wilayah perdesaan daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dimana wilayah pertanian sangat terisolir sehingga teori sewa lokasi Von Thunen ini masih sangat relevan.
Dalam menjelaskan teorinya ini, von Thunen menggunakan tanah pertanian sebagai contoh kasusnya. Dia menggambarkan bahwa perbedaan ongkos transportasi tiap komoditas pertanian dari tempat produksi ke pasar terdekat mempengaruhi jenis penggunaan tanah yang ada di suatu daerah. Model von Thunen mengenai tanah pertanian ini, dibuat sebelum era industrialisasi, yang memiliki asumsi dasar sebagai berikut : Kota terletak di tengah antara "daerah terisolasi" (isolated state). Isolated State dikelilingi oleh hutan belantara. Tanahnya datar. Tidak terdapat sungai dan pegunungan. Kualitas tanah dan iklim tetap. Petani di daerah yang terisolasi ini membawa barangnya ke pasar lewat darat dengan menggunakan gerobak, langsung menuju ke pusat kota.
Gambar model von Thunen di atas dapat dibagi menjadi dua bagian. Pertama, menampilkan "isolated area" yang terdiri dari dataran yang "teratur", kedua adalah, kondisi yang "telah dimodifikasi" (terdapat sungai yang dapat dilayari). Semua penggunaan tanah pertanian memaksimalkan produktifitasnya masing-masing, dimana dalam kasus ini bergantung pada lokasi dari pasar (pusat kota).Membandingkan hubungan antara biaya produksi, harga pasar dan biaya transportasi. Kewajiban petani adalah memaksimalkan keuntungan yang didapat dari harga pasar dikurang biaya transportasi dan biaya produksi. Aktivitas yang paling produktif seperti berkebun dan produksi susu sapi, atau aktivitas yang memiliki biaya transportasi tinggi seperti kayu bakar, lokasinya dekat dengan pasar. Tentu saja hubungan di atas sangat sulit diterapkan pada keadaan yang sebenarnya. Tetapi bagaimanapun kita mengakui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sistem transportasi dengan pola penggunaan tanah pertanian regional.
Von Thunen (1826) mengidentifikasi tentang perbedaan lokasi dari berbagai kegiatan pertanian atas dasar perbedaan sewa lahan (pertimbangan ekonomi). Menurut Von Thunen tingkat sewa lahan adalah paling mahal di pusat pasar dan makin rendah apabila makin jauh dari pasar. Von Thunen menentukan hubungan sewa lahan dengan jarak ke pasar dengan menggunakan kurva permintaan. Berdasarkan perbandingan (selisih) antara harga jual dengan biaya produksi, masing-masing jenis produksi memiliki kemampuan yang berbeda untuk membayar sewa lahan. Makin tinggi kemampuannya untuk membayar sewa lahan, makin besar kemungkinan kegiatan itu berlokasi dekat ke pusat pasar. Hasilnya adalah suatu pola penggunaan lahan berupa diagram cincin. Perkembangan dari teori Von Thunen adalah selain harga lahan tinggi di pusat kota dan akan makin menurun apabila makin jauh dari pusat kota.
Von Thunen adalah pionir teori pemanfaatan tanah. Dia mempersoalkan bagaimana menentukan tempat menanam yang paling efisien berbagai tanaman serta pemanfaatan tanah yang dimilikinya. Kemudian dia mengembangkan model/teori bagaimana pemanfaatan tanah desa harus diatur sekitar kota yang menjadi pasar. Dasar pemikiran yang dipakai ialah bahwa tanah harus dimanfaatkan sedemikian rupa sehingga menghasilkan sewa tertinggi.
Anggapan yang dikemukanan oleh Von Thunen adalah tanah dasar semuanya, intensitas setiap tanaman tertentu. Berdasarkan anggapan ini maka bentuk pemanfaatan tanah itu konsentris melingkari kota yang merupakan pasar, sehingga yang penting disini adalah menyusun daerah tanaman secara ekonomis. Tanah yang paling dekat dengan kota hendaknya dimanfaatkan untuk kehutanan, tanah diluarnya untuk gandum dan tanah diluarnya lagi untuk peternakan.Tanah di luar tanah peternakan tidak mempunyai nilai apapun.
Teori Von Thunen yang masih relevan dengan kondisi sekarang contohnya adalah kelangkaan persediaan sumber daya lahan di daerah perkotaan memicu berlakunya hukum ekonomi supply and demand semakin langka barang di satu pihak semakin meningkat permintaan di pihak lain akibatnya harga melambung. Demikian yang terjadi terhadap lahan yang ada di daerah perkotaan, dimana nilai sewa atau beli lahan yang letaknya dipusat kegiatan, semakin dekat ke pusat semakin tinggi nilai sewa atau beli lahan tersebut. Kelangkaan lahan di kota-kota besar seperti untuk pertokoan misalnya, banyak sekali toko – toko yang terletak di pusat kota biaya sewa atau beli tanahnya lebih mahal dari biaya sewa atau beli rumah yang jauh dari pusat perkotaan, bahkan harganya selalau naik, mengikuti perkembangan yang terjadi dari tahun ketahunnya. Ini mengindikasikan bahwa teori Von Thunen tentang alokasi lahan untuk kegiatan pertanian juga berlaku di daerah perkotaan. Selain itu teori Von Thunen juga masih berlaku untuk wilayah pertanian yang jauh dari kota dimana akses prasarana jalan yang kurang mendukung dan pasar masih bersifat tradisional. Ini banyak terjadi di wilayah perdesaan daerah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi dimana wilayah pertanian sangat terisolir sehingga teori sewa lokasi Von Thunen ini masih sangat relevan.
Jumat, 06 November 2009
Dasar-Dasar Lokasi Kegiatan Retail
Sebelum mengetahui lebih lanjut mengenai dasar-dasar lokasi kegiatan retail, sebaiknya kita mengetahui tentang pengertian retail (kegiatan eceran) itu sendiri. Kata ritel berasal dari bahasa Perancis, ritellier, yang berarti memotong atau memecah sesuatu. Ritel atau eceran (retailing) dapat dipahami sebagai semua kegiatan yang terlibat dalam penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan penggunaan bisnis. Sering kali orang-orang beranggapan bahwa ritel hanya menjual produk-produk di toko. Tetapi ritel juga melibatkan pelayanan jasa layanan antar (delivery services) ke rumah-rumah dan tidak semua ritel dilakukan ditoko. Kegiatan yang dilakukan dalam bisnis ritel adalah menjual berbagai produk, jasa atau keduanya, kepada konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi maupun bersama. Produsen menjual produk-produknya kepada peretail maupun peritel besar (wholesaler). Peritel besar ini juga kerap disebut sebagai grosir atau pedagang partai besar.
Dalam kegiatan retail ada beberapa strategi di antaranya yaitu:
Strategi Pemasaran Ritel
Strategi pemasaran ritel meliputi: pemilihan segment target pasar dan penentuan format ritel, pengembangan keunggulan bersaing yang memungkinkan ritel untuk mengurangi tingkat kompetensi yang dihadapi. Ritel yang berhasil harus memenuhi kebutuhan pelanggan pada segmen pasar yang dilayani secara lebih baik daripada yang dilakukan pesaing. Pasar ritel bukan merupakan tempat khusus dimana para pembeli dan penjual bertemu, tetapi sebagai kelompok konsumen dengan kebutuhan-kebutuhan yang sama (segmen pasar) dan sekelompok ritel yang menggunakan format ritel yang sama untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut. Pasar sasaran dalam ritel sering kali ditetapkan berdasarkan faktor demografis, geografis dan psikografis. Menetapkan pasar sasaran merupakan syarat untuk menetapkan strategi bauran ritel (retail). Bauran ritel atau disebut dengan retail mix adalah kombinasi elemen-elemen produk, harga, lokasi, personalia, promosi dan presentasi atau tampilan-untuk menjual barang dan jasa pada konsumen akhir yang menjadi target pasar.
Strategi Pertumbuhan Ritel
Ada 4 jenis pertumbuhan yang diusahakan oleh ritel yaitu penembusan pasar, perluasan pasar, pengembangan format ritel dan diversifikasi. Kesempatan penembusan pasar (market penetration) meliputi usaha-usaha langung terhadap konsumen yang ada dengan menarik konsumen pada target pasar sekarang yang tidak berbelanja di tokonya untuk lebih sering mengunjungi toko tersebut atau untuk membeli lebih banyak barang pada tiap kunjungan. Pendekatan lain adalah dengan penjualan silang yaitu dengan menjual barang-barang tambahan pada konsumen.
Aspek pemilihan lokasi dalam area perdagangan ritel meliputi:
1. Tipe Lokasi yang memungkinkan oleh ritel
2. Mengevaluasi keunggulan relatif dari setiap area perdagangan yang dipilih.
3. Tipe lokasi perdagangan yang memungkinkan untuk tumbuh
4. Jenis lokasi yang ada
5. Alasan mengapa suatu ritel tetap berlokasi disuatu tempat tertentu meskipun ada ritel lain berlokasi ditempat berbeda
6. Keuntungan relatif yang didapat dari sebuah tipe lokasi
7. Tipe lokasi yang cocok bagi ritel
8. Tipe lokasi yang kurang diminati
9. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan oleh peritel dalam memilih lokasi
Industri retail banyak berkembang di Indonesia karena industri retail sangat strategis di Indonesia. Industri retail ini merupakan industri ke dua terbesar yang mampu menyerap tenaga kerja setelah industri pertanian. Seiring dengan perkembangan dunia bisnis guna memenuhi berbagai kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa, dewasa ini telah muncul bermacam-macam bisnis eceran atau retail hampir diseluruh kota besar di Indonesia. Bisnis retail ini meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang dan jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Perkembangan perusahaan eceran di Indonesia sendiri sangat pesat, baik itu perusahaan eceran kecil, menengah, dan besar. Sebagai contoh sebut saja toko khusus, toko serba ada (department store), pasar swalayan (supermarket), toko kelontong, toko diskon, pengecer potongan harga, penjualan langsung, pemasaran langsung, jasa pembelian, dan waralaba. Hal ini dikarenakan sektor eceran merupakan peluang bisnis yang memiliki prospek cerah, lebih-lebih di Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dengan kebutuhan yang besar pula.
Selain dari pelayanan yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen adalah masalah penempatan lokasi. Logikanya bahwa bila berhasil mendapatkan lokasi yang tepat, maka kesuksesan akan dapat tercapai dalam bisnis retail ini. Dalam penetuan lokasi melibatkan bermacam-macam strategi pemasaran seperti geografi retailing, perencanaan kota dan riset operasi tingkah laku kosumen dan perekonomian. Produsen sebagai pihak penyedia produk retail harus mampu membaca dan memahami apa yang diinginkan oleh konsumen dengan memperhatikan karakteristik, kondisi konsumen serta untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan suatu pelayanan melalui komunikasi yang baik dengan memprioritaskan pemenuhan keinginan dan selera konsumen. Dengan demikian diharapkan terbinanya hubungan yang erat dengan konsumen dengan meningkatkan pelayanan yang ada sekarang.
Dalam kegiatan retail ada beberapa strategi di antaranya yaitu:
Strategi Pemasaran Ritel
Strategi pemasaran ritel meliputi: pemilihan segment target pasar dan penentuan format ritel, pengembangan keunggulan bersaing yang memungkinkan ritel untuk mengurangi tingkat kompetensi yang dihadapi. Ritel yang berhasil harus memenuhi kebutuhan pelanggan pada segmen pasar yang dilayani secara lebih baik daripada yang dilakukan pesaing. Pasar ritel bukan merupakan tempat khusus dimana para pembeli dan penjual bertemu, tetapi sebagai kelompok konsumen dengan kebutuhan-kebutuhan yang sama (segmen pasar) dan sekelompok ritel yang menggunakan format ritel yang sama untuk memenuhi kebutuhan konsumen tersebut. Pasar sasaran dalam ritel sering kali ditetapkan berdasarkan faktor demografis, geografis dan psikografis. Menetapkan pasar sasaran merupakan syarat untuk menetapkan strategi bauran ritel (retail). Bauran ritel atau disebut dengan retail mix adalah kombinasi elemen-elemen produk, harga, lokasi, personalia, promosi dan presentasi atau tampilan-untuk menjual barang dan jasa pada konsumen akhir yang menjadi target pasar.
Strategi Pertumbuhan Ritel
Ada 4 jenis pertumbuhan yang diusahakan oleh ritel yaitu penembusan pasar, perluasan pasar, pengembangan format ritel dan diversifikasi. Kesempatan penembusan pasar (market penetration) meliputi usaha-usaha langung terhadap konsumen yang ada dengan menarik konsumen pada target pasar sekarang yang tidak berbelanja di tokonya untuk lebih sering mengunjungi toko tersebut atau untuk membeli lebih banyak barang pada tiap kunjungan. Pendekatan lain adalah dengan penjualan silang yaitu dengan menjual barang-barang tambahan pada konsumen.
Aspek pemilihan lokasi dalam area perdagangan ritel meliputi:
1. Tipe Lokasi yang memungkinkan oleh ritel
2. Mengevaluasi keunggulan relatif dari setiap area perdagangan yang dipilih.
3. Tipe lokasi perdagangan yang memungkinkan untuk tumbuh
4. Jenis lokasi yang ada
5. Alasan mengapa suatu ritel tetap berlokasi disuatu tempat tertentu meskipun ada ritel lain berlokasi ditempat berbeda
6. Keuntungan relatif yang didapat dari sebuah tipe lokasi
7. Tipe lokasi yang cocok bagi ritel
8. Tipe lokasi yang kurang diminati
9. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan oleh peritel dalam memilih lokasi
Industri retail banyak berkembang di Indonesia karena industri retail sangat strategis di Indonesia. Industri retail ini merupakan industri ke dua terbesar yang mampu menyerap tenaga kerja setelah industri pertanian. Seiring dengan perkembangan dunia bisnis guna memenuhi berbagai kebutuhan konsumen terhadap barang dan jasa, dewasa ini telah muncul bermacam-macam bisnis eceran atau retail hampir diseluruh kota besar di Indonesia. Bisnis retail ini meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang dan jasa secara langsung pada konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Perkembangan perusahaan eceran di Indonesia sendiri sangat pesat, baik itu perusahaan eceran kecil, menengah, dan besar. Sebagai contoh sebut saja toko khusus, toko serba ada (department store), pasar swalayan (supermarket), toko kelontong, toko diskon, pengecer potongan harga, penjualan langsung, pemasaran langsung, jasa pembelian, dan waralaba. Hal ini dikarenakan sektor eceran merupakan peluang bisnis yang memiliki prospek cerah, lebih-lebih di Indonesia yang jumlah penduduknya sangat besar dengan kebutuhan yang besar pula.
Selain dari pelayanan yang dapat mempengaruhi kepuasan konsumen adalah masalah penempatan lokasi. Logikanya bahwa bila berhasil mendapatkan lokasi yang tepat, maka kesuksesan akan dapat tercapai dalam bisnis retail ini. Dalam penetuan lokasi melibatkan bermacam-macam strategi pemasaran seperti geografi retailing, perencanaan kota dan riset operasi tingkah laku kosumen dan perekonomian. Produsen sebagai pihak penyedia produk retail harus mampu membaca dan memahami apa yang diinginkan oleh konsumen dengan memperhatikan karakteristik, kondisi konsumen serta untuk mewujudkan hal tersebut perlu dilakukan suatu pelayanan melalui komunikasi yang baik dengan memprioritaskan pemenuhan keinginan dan selera konsumen. Dengan demikian diharapkan terbinanya hubungan yang erat dengan konsumen dengan meningkatkan pelayanan yang ada sekarang.
Langganan:
Postingan (Atom)